Bell Palsy Adalah

1.      Definisi
Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah disingkirkan 1,2
Sir Charles Bell (1774-1842) dikutip dari Singhi dan Cawthorne adalah orang pertama yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya 1,2,3.


2.      Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi2.

3.      Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan 2,3,4.

4.    Diagnosis
Anamnesis 2,4
hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat  merasa bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.
·        Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
·        Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
·        Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat.
·        Mata kering.
·        Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.

Pemeriksaan fisik 2,4,6
Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang nervus facialis tidak mengalami gangguan.
·    Definisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan mononeuron dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat. Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus cranialis yang menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena perjalanan anatomisnya dari otak ke wajah bagian lateral.
·    Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada sisi yang diserang.
·    Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di atas nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah mengalami kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis. Musculus orbicularisfrontalis dan corrugator diinervasi secara bilateral, sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis wajah.
·     Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan biasanya normal.
Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang mengalami komplikasi

Pemeriksaan Penunjang 2,4,6
a.      Pemeriksaan Laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal.
b.      Pemeriksaan radiologi.
Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnos Bells palsy maka pemeriksaan radiologi tidak diperlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bells palsy umumnya akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu.Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan membantu. MRI mungkin dapat menunjukkan adanya tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien memiliki riwayat trauma maka pemeriksaan CT-Scan harus dilakukan.

Pemeriksaan lain 3,4
·        Elektrodiagnosis nervus facialis: pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi dari nervus facialis. Pemeriksaan berikut jarang dilakukan pada keadaan gawat darurat
o   Elektromiografi (EMG) dan kecepatan konduksi saraf menghasilkan gambaran grafik listrik akibat perangsangan pada nervus facialis dan dapat merekam eksitabilitas otot-otot wajah yang dilalui oleh saraf ini. Bandingkan dengan sisi kontralateral untuk menentukan luas jejas pada nervus dan pemeriksaan ini dapat menentukan prognosis. Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada masa akut.
o   Pada pemeriksaan eksitabilitas saraf, dapat ditentukan ambang rangsang listrik akibat kontraksi otot yang terjadi.
o   Elektroneurografi (ENoG) membandingkan evoked potential pada sisi yang mengalami paresis dengan sisi yang sehat.

5.   Pengobatan 1,3,6
            Di bagian gawat darurat: pengobatan awal bagi pasien dengan Bell palsy di ruang gawat darurat adalah penanganan farmakologis. Perawatan selanjutnya adalah edukasi pasien, anjuran perawatan mata, dan perawatan lanjutan yang sesuai.
·    Steroid
Pengobatan Bell palsy dengan menggunakan steroid masih merupakan suatu kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada Bell palsy. Namun kortikosteroid sangat bermanfaat dalam mencegah degenerasi saraf, mengurangi sinkinesis, meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan inflamasi pada saraf fasialis .
·    Zat antiviral: meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang menunjukkan efektifitas obat-obat antivirus pada Bell palsy, hampir semua ahli percaya pada etiologi virus. Oleh karena itu, zat antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya. Untuk antiviral dapat digunakan Acyclovir atau obat jenis lainnya seperti Valaciclovir, Famciclovir dan Sorivudine yang mempunyai bioavailabilitas yang lebih baik dari Acyclovir.
·    Perawatan mata: mata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bell palsy. Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan pelindung mata.
o   Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk mengganti air mata yang kurang atau tidak ada.
o   Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun.
·         Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang mengalami kontak langsung dengan kornea.

6.      Prognosis (2,6)
Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bell’s palsy cenderung memiliki prognosis yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bell’s palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian. Sepertiga dari penderita Bell’s palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur hidup.
Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:
1.      Usia di atas 60 tahun
2.      Paralisis komplit
3.      Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,
4.      Nyeri pada bagian belakang telinga dan
5.      Berkurangnya air mata.


0 Response to "Bell Palsy Adalah"

Post a Comment

Komentar jangan menautkan link aktif (akan di apus).
Jangan rasis, SARA dan mencaci.
Berkomentar dengan bijak dan sopan.