Miopia
adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina,
ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada
kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada
mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa
Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi
kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness” (American
Optometric Association, 2006).
Miopia
atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata
yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan
kornea yang terlalu cekung .
Penyebab
Penyeba miopia dipengaruhi berbagai faktor, antara lain :
1. Genetika
(Herediter)
Penelitian
genetika menunjukkan bahwa miopia ringan dan sedang biasanya bersifat
poligenik, sedangkan miopia berat
bersifat monogenik. Penelitian pada pasangan kembar monozigot menunjukkan bahwa jika salah satu dari
pasangan kembar ini menderita miopia, terdapat risiko sebesar 74 % pada
pasangannya untuk menderita miopia juga dengan perbedaan kekuatan lensa di
bawah 0,5 D.
2.
Nutrisi
Nutrisi diduga
terlibat pada perkembangan kelainan-kelainan refraksi. Penelitian di Afrika menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan
malnutrisi yang berat terdapat prevalensi kelainan refraksi (ametropia,
astigmatisma, anisometropia) yang tinggi.
3.
Tekanan
Intraokuler
Peningkatan
tekanan intraokuler atau peningkatan tekanan vena diduga dapat menyebabkan
jaringan sklera teregang. Hal ini ditunjang oleh penelitian pada monyet, yang
mana ekornya digantung sehingga kepalanya terletak di bawah. Pada monyet-monyet
tersebut ternyata timbul miopia.
Pembagian
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang
terjadi pada mata, miopia
dapat dibagi kepada dua yaitu :
1.
Miopia Simpleks
: Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini berupa
kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi
kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan
yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6D.
Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.
2.
Miopia Patologis
: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia
progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang
khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat
dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang
relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya
melebihi -6 D (Sidarta, 2007).
Menurut American Optometric
Association (2006), miopia secara klinis dapat terbagi
lima yaitu:
1.
Miopia
Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu
panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
2.
Miopia
Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang
cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan
yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan
aberasi dan menambah kondisi miopia.
3.
Pseudomiopia
: Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang
lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang
sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat
direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberika lensa
koreksi.
4.
Miopia
Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya
juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia
jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5.
Miopia
Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya
kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.
Klasifikasi
miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksikannya
(Sidarta, 2007):
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25
s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25
s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya >
6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan
umur adalah (Sidarta, 2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan
menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak : di
bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa : di
antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset
dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
Cara Terjadi Rabun jauh
Miopia dapat
terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan disebut
sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi
atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut
sebagai miopia refraktif (Curtin, 2002).
Miopia
degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila miopia lebih dari -6
dioptri(D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah terjadinya atrofi
sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan
rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia
dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan
perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan
terjadi degenerasi papil saraf optik (Sidarta,
2007).
Terjadinya
perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih
belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan komplikasi
penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaukoma.
Columbre melakukan penelitian tentang penilaian perkembangan mata anak
ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga
mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan
ini merupakan penentu pertumbuhan okular postnatal pada mata manusia,
dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua
mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.
Diagnosis Miopia
Pasien dengan
miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu
dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien
dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan
juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan
memicingkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan
efek lubang kecil. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap, maka penderita akan terlihat juling
ke dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik
kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus
mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya
sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan
pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian
perifer ( Sidarta, 2007).
Pengujian atau
test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum
atau standar pemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari :
§ Uji ketajaman
penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak
dekat (Jaeger).
§ Uji pembiasan,
untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca
mata.
§ Uji penglihatan
terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada
atau tidaknya kebutaan.
§ Uji gerakan
otot-otot mata.
§ Pemeriksaan
celah dan bentuk tepat di retina.
§ Mengukur tekanan
cairan di dalam mata.
§ Pemeriksaan
retina.
0 Response to "Pengertian Rabun Jauh (Miopi)"
Post a Comment
Komentar jangan menautkan link aktif (akan di apus).
Jangan rasis, SARA dan mencaci.
Berkomentar dengan bijak dan sopan.