Kalau kita menghitung pasti akan banyak pahlawan perempuan dari indonesia yang bahu-membahu bersama rakyat untuk melawan penjajahan bangsa asing namun hanya beberapa yang terkenal seperti 5 orang di bawah ini.
1.Cut Nyak Dhien
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran
Lampadang, Aceh, tahun 1848, ini sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan
kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan
pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami
keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan
Nasional.
Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 dari keluarga bangsawan Aceh.
Dari garis ayahnya, Cut Nyak Dien merupakan keturunan langsung Sultan Aceh. Ia
menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga pada usia masih belia tahun 1862 dan
memiliki seorang anak laki-laki.
Ketika Perang Aceh meluas tahun 1873, Cut Nyak Dien memimpin
perang di garis depan, melawan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih
lengkap. Setelah bertahun-tahun bertempur, pasukannya terdesak dan memutuskan
untuk mengungsi ke daerah yang lebih terpencil. Dalam pertempuran di Sela Glee
Tarun, Teuku Ibrahim gugur.Kendati demikian, Cut Nyak Dien melanjutkan
perjuangan dengan semangat berapi-api. Kebetulan saat upacara penguburan
suaminya, ia bertemu dengan Teuku Umar yang kemudian menjadi suami sekaligus
rekan perjuangan.
R.A Kartini
Raden Ajeng Kartini dilahirkan di Jepara pada
tanggal 21 April 1879. Beliau adalah Putri dari seorang Bupati Jepara pada
waktu itu, yaitu Raden Mas Adipati Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dari
Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro. Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng
Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan kegelapan, kehampaan, dari segala
harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan, dan tidak lebih dari perabot kaum
laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain dari yang telah ditentukan secara
alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah tangga saja, kaum wanita telah
dirampas dan diinjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Usaha-usaha Raden Ajeng Kartini dalam
meningkatkan kecerdasan untuk bangsa indonesia dan kaum wanita, khususnya
melalui sarana-sarana pendidikan dengan tidak memandang tingkat dan derajat,
apakah itu bangsawan atau rakyat biasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dalam
segala hal, bukan itu saja karya-karya beliau, persamaan hak antara kaum
laki-laki dan kaum wanita tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga mempunyai
keyakinan bahwa kecerdasan rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum
wanita ketinggalan.
Inilah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah
berhasil menampakkan kaum wanita ditempat yang layak, yang mengangkat derajat
wanita dari tempat gelap ketempat yang terang benderang. sesuai dengan karya
tulis beliau yang terkenal, yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
3.Christina Martha Tiyahahu
Mendapat julukan "Si Mutiara dari Nusa
Laut" Perempuan pada masa prakemerdekaan kerap disamakan dengan dapur
dan mengurus anak. Bahkan sampai sekarang, masih banyak orang yang memiliki
anggapan seperti itu. Namun, Martha Christina Tiahahu, pahlawan kemerdekaan
wanita asal Maluku, membuktikan bahwa tidak selamanya kaum wanita hanya bekerja
di dapur dan mengurus anak. Dia merupakan sedikit dari wanita Indonesia yang
dalam hidupnya berperan sejajar dengan kaum pria, bahkan dalam urusan membela
bangsa dan negara. Dia menghabiskan hidupnya untuk membantu ayahnya dan para
pejuang Maluku mengusir pasukan Belanda dari tanah Maluku. Pahlawan kemerdekaan
wanita asal Maluku ini selalu mengikuti Sang Ayah ke mana pun, termasuk
menghadiri pertemuan dan rapat yang membahas perencanaan perang. Karena
seringnya menghadiri pertemuan dan rapat seperti itu, pahlawan kemerdekaan
wanita asal Maluku ini menjadi terbiasa untuk mengatur pertempuran dan
membentuk kubu-kubu pertahanan. Pada 14 Mei 1817 di Hutan Saniri, diadakan
rapat dan pengangkatan sumpah setia.
Martha Christina Tiahahu, putri tunggal Paulus Tiahahu,
memaksa ikut. Sumpah yang diucapkan memberikan semangat yang besar untuk Martha
Christina Tiahahu. Dia bisa merasakan betapa menggebu-gebunya perasaan rakyat
Maluku untuk menentang kekuasaan Belanda. Strategi pun diatur sedemikian rupa.
Hasil rapat iru adalah terpilihnya Kapiten Abubu, Paulus Tiahahu, Marta
Christina Tiahahu, serta Raja Titawaoi bernama Hehanusa sebagai pemimpin rakyat
wilayah Nusa Laut. Selain para pemimpin tersebut, Patimura juga mengirimkan
Anthone Rhebok ke Nusa Laut untuk mempersiapkan dan memperkuat strategi
perjuangan. Tugas utama Rhebok adalah mengoordinasikan pertahanan di Nusa Laut
serta mengangkat Paulus Tiahahu sebagai Kapitan Nusa Laut. Paulus Tiahahu,
Marta Christina Tiahahu, Hehanusa, dan Rhebok segera mengadakan serangan ke
Benteng Beverwijk di Sila Leinitu. Pada pertempuran ini, peranan Martha
Christina Tiahahu sangat menonjol, terutama dalam mengobarkan semangat juang
rakyat sehingga benteng tersebut berhasil direbut oleh rakyat.
4.Cut Meutia
Cut Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh
Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910) adalah salah satu Pahlawan
Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh. Dalam perjalanan kehidupannya Cut
Nyak Meutia bukan saja menjadi mutiara keluarga dan Desa Pirak, melainkan ia
telah menjadi mutiara yang tetap kemilau bagi nusantara.
Perjuangan melawan
Belanda dimulai ketika Cut Meutia menikah dengan Teuku Chik Muhammad atau yang
lebih dikenal dengan nama Teuku Chik Di Tunong. Namun pada bulan Maret 1905,
Chik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai
Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Chik Di Tunong berpesan kepada sahabatnya
Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.
Cut Meutia kemudian
menikah dengan Pang Nanggroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan
pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran
dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Cut Meutia dan para wanita melarikan
diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga
akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.
5.Maramis
Maria Josephine Chaterine Maramis, atau lebih
dikenal dengan nama Maria Walanda Maramis, lahir di Kema, sebuah kota kecil di
Kabupaten Minahasa Utara pada tanggal 1 Desember 1872. Maria adalah anak ketiga
dari tiga bersaudara, kakak perempuannya bernama Antje dan kakak laki-lakinya
bernama Andries. Andries kemudian terlibat dalam pergolakan kemerdakaan
Indonesia.
Maria menikah pada umur 18 tahun dengan Yosephine
Frederik Calusung Walanda, seorang guru bahasa di HIS Manado. Dari suaminya,
Maria banyak belajar tentang bahasa dan pengetahuan lain seperti keadaan
masyarakat di Sulawesi. Pada bulan Juli 1917, dengan bantuan suaminya serta
kawan-kawannya yang lain, Maria mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak
Turunannya). Organisasi ini bertujuan untuk mendidik kaum perempuan dalam hal
rumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan dan
sebaganya.
Maramis berpendapat bahwa perempuan adalah tiang
keluarga, dimana di pundak perempuan inilah tergantung masa depan anak-anak.
Oleh karenanya, perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang baik. Maria juga
melihat kenyataan di masyarakat, dimana banyak anak perempuan yang bersekolah
dan mempunyai keahlian seperti juru rawat dan bidan namun akhirnya menjadi ibu
rumah tangga biasa. Melalui tulisannya di harian Tjahaja Siang di Manado, Maria
mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang perempuan.
0 Response to "5 Pahlawan Perempuan Nasional"
Post a Comment
Komentar jangan menautkan link aktif (akan di apus).
Jangan rasis, SARA dan mencaci.
Berkomentar dengan bijak dan sopan.